![]() |
Disney |
Sekarang kebalikan. Film DC jadi jedar-jeder, Marvel jadi banyak drama.
Biasanya saya lebih condong ke DC dibanding Marvel, tapi kali ini berbeda. Dibandingkan dengan Superman yang menjadi saingan rilisnya, Fantastic Four malah lebih unik. Singkatnya, style seperti ini yang lebih saya sukai dibanding yang jedar-jeder.
![]() |
Disney |
Empat astronot yang mendapat kekuatan super kini harus menjadi pahlawan pelindung Bumi ketika makhluk bernama Galactus berencana melahap Bumi untuk mengobati rasa laparnya.
![]() |
Disney |
Kemasan filmnya bagus, tetapi ceritanya jelek. Semua diceritakan dengan runut. Ada pembangunan tensi sebelum masuk konflik. Kemunculan Silver Surfer, kemunculan Galactus, pengungkapan misteri, semua disusun dengan apik. Paling suka waktu adegan mbak peselancar turun ke Bumi, juga ketika ketemuan sama Galactus pertama kali.
![]() |
Disney |
Sayangnya, cerita filmnya kurang menarik. Jadi bikin ngantuk. Konfliknya standar film aksi yang cenderung boring. Aktingnya seadanya. Dialog-dialognya masih khas Marvel yang selalu berusaha melucu. Atau pembahasan teknologi yang sepertinya diniatkan agar penonton bingung, bukan sebaliknya.
Dengan kemasan seperti ini, harusnya membutuhkan cerita, akting, dan dialog yang lebih dalam. Tapi mungkin itu jadi dilema karena idealisme Marvel yang seharusnya fun, jadi tidak bisa dibikinkan cerita yang berbobot.
![]() |
Disney |
Padahal karakternya cukup bagus. Paling suka sama Ben (Ebon Moss-Bachrach), dia dewasa, bijaksana, dan hangat. Juga sama Johnny (Joseph Quinn), karakter yang ditempatkan sebagai badut karena dia paling bocah. Reed bagus. Tetapi dalam hati berharap bukan Pedro Pascal yang main. Sudah keseringan lihat dia nongol jadi agak bias mengenali karakternya. Sue Storm yang paling biasa saja. Yah, dia cuma Vanessa Kirby yang pakai seragam F4. Kamu akan senang melihatnya, tetapi dia tidak menunjukkan karakter seorang ibu. Tidak ada ikatan kuat antara dia dengan si bayi.
![]() |
Disney |
Contoh karakter ibu yang baik adalah Zoe Saldana di Avatar 2. Dia benar-benar menggila dalam melindungi anak-anaknya. Selama film yang dia pikirkan cuma anak-anaknya. Yang dia bicarakan cuma anak-anaknya. Jadi saat nonton bisa memahami emosinya. Sue Storm terlihat masih punya waktu buat berdandan, memakai bulu mata dan menggambar alisnya, dan bayinya cuma dia taruh di dalam boks. Lalu ketika mau diambil Galactus jadi marah-marah. Hmph...
![]() |
Disney |
Adegan aksinya juga kurang. Efek CGI-nya tidak buruk. Pengambilan gambar Galactus-nya oke, jadi bisa memperlihatkan betapa besarnya dia. Tetapi plot aksinya kurang. Saya berharap ada rencana decoy yang menipu Galactus sekaligus menipu penonton, karena ada potensi bisa dibuat ke sana, agar ada bumbu kejutan. Sayangnya rencananya biasa aja. Tahu-tahu berhasil di detik-detik akhir khas film aksi. Dan kita bisa menduga itu. Jadi tidak ada sesuatu yang membekas.
![]() |
Disney |
Kesimpulan. Film ini di jalur yang baik. Bisa dilihat visi yang ingin disampaikan, tentang superhero yang dipairing dengan drama keluarga. Sayangnya, cerita yang kurang, akting yang kurang, dialog yang kurang, masih membuatnya dalam taraf film superhero yang dangkal. Andaikan mau all out di bagian dramanya, ini bisa jadi film yang sangat bagus.
❖
Comments
Post a Comment